Minggu, 30 Mei 2010
Sistem Pakar (Expert System)
Ketika hendak membuat suatu keputusan yang komplek atau memecahkan masalah, seringkali kita meminta nasehat atau berkonsultasi dengan seorang pakar atau ahli. Seorang pakar adalah seseorang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman spesifik dalam suatu bidang; misalnya pakar komputer, pakar uji tak merusak, pakar politik dan lain-lain. Semakin tidak terstruktur situasinya, semakin mengkhusus (dan mahal) konsultasi yang dibutuhkan.
Sistem Pakar (Expert System) adalah usaha untuk menirukan seorang pakar. Biasanya Sistem Pakar berupa perangkat lunak pengambil keputusan yang mampu mencapai tingkat performa yang sebanding seorang pakar dalam bidang problem yang khusus dan sempit. Ide dasarnya adalah: kepakaran ditransfer dari seorang pakar (atau sumber kepakaran yang lain) ke komputer, pengetahuan yang ada disimpan dalam komputer, dan pengguna dapat berkonsultasi pada komputer itu untuk suatu nasehat, lalu komputer dapat mengambil inferensi (menyimpulkan, mendeduksi, dll.) seperti layaknya seorang pakar, kemudian menjelaskannya ke pengguna tersebut, bila perlu dengan alasan-alasannya. Sistem Pakar malahan terkadang lebih baik unjuk kerjanya daripada seorang pakar manusia!
Kepakaran (expertise) adalah pengetahuan yang ekstensif (meluas) dan spesifik yang diperoleh melalui rangkaian pelatihan, membaca, dan pengalaman. Pengetahuan membuat pakar dapat mengambil keputusan secara lebih baik dan lebih cepat daripada non-pakar dalam memecahkan problem yang kompleks. Kepakaran mempunyai sifat berjenjang, pakar top memiliki pengetahuan lebih banyak daripada pakar yunior.
Tujuan Sistem Pakar adalah untuk mentransfer kepakaran dari seorang pakar ke komputer, kemudian ke orang lain (yang bukan pakar). Proses ini tercakup dalam rekayasa pengetahuan (knowledge engineering) yang akan dibahas kemudian.
Manfaat Sistem Pakar
Mengapa Sistem Pakar menjadi sangat populer? Hal ini disebabkan oleh sangat banyaknya kemampuan dan manfaat yang diberikan oleh Sistem Pakar, di antaranya:
a. Meningkatkan output dan produktivitas, karena Sistem Pakar dapat bekerja lebih cepat dari manusia.b. Meningkatkan kualitas, dengan memberi nasehat yang konsisten dan mengurangi kesalahan.
c. Mampu menangkap kepakaran yang sangat terbatas.
d. Dapat beroperasi di lingkungan yang berbahaya.
e. Memudahkan akses ke pengetahuan.
f. Handal. Sistem Pakar tidak pernah menjadi bosan dan kelelahan atau sakit. Sistem Pakar juga secara konsisten melihat semua detil dan tidak akan melewatkan informasi yang relevan dan solusi yang potensial.
g. Meningkatkan kapabilitas sistem terkomputerisasi yang lain. Integrasi Sistem Pakar dengan sistem komputer lain membuat lebih efektif, dan mencakup lebih banyak aplikasi .
h. Mampu bekerja dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak pasti. Berbeda dengan sistem komputer konvensional, Sistem Pakar dapat bekerja dengan inofrmasi yang tidak lengkap. Pengguna dapat merespon dengan: “tidak tahu” atau “tidak yakin” pada satu atau lebih pertanyaan selama konsultasi, dan Sistem Pakar tetap akan memberikan jawabannya.
i. Mampu menyediakan pelatihan. Pengguna pemula yang bekerja dengan Sistem Pakar akan menjadi lebih berpengalaman. Fasilitas penjelas dapat berfungsi sebagai guru.
j. Meningkatkan kemampuan problem solving, karena mengambil sumber pengetahuan dari banyak pakar.
k. Meniadakan kebutuhan perangkat yang mahal.
l. Fleksibel.
c. Mampu menangkap kepakaran yang sangat terbatas.
d. Dapat beroperasi di lingkungan yang berbahaya.
e. Memudahkan akses ke pengetahuan.
f. Handal. Sistem Pakar tidak pernah menjadi bosan dan kelelahan atau sakit. Sistem Pakar juga secara konsisten melihat semua detil dan tidak akan melewatkan informasi yang relevan dan solusi yang potensial.
g. Meningkatkan kapabilitas sistem terkomputerisasi yang lain. Integrasi Sistem Pakar dengan sistem komputer lain membuat lebih efektif, dan mencakup lebih banyak aplikasi .
h. Mampu bekerja dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak pasti. Berbeda dengan sistem komputer konvensional, Sistem Pakar dapat bekerja dengan inofrmasi yang tidak lengkap. Pengguna dapat merespon dengan: “tidak tahu” atau “tidak yakin” pada satu atau lebih pertanyaan selama konsultasi, dan Sistem Pakar tetap akan memberikan jawabannya.
i. Mampu menyediakan pelatihan. Pengguna pemula yang bekerja dengan Sistem Pakar akan menjadi lebih berpengalaman. Fasilitas penjelas dapat berfungsi sebagai guru.
j. Meningkatkan kemampuan problem solving, karena mengambil sumber pengetahuan dari banyak pakar.
k. Meniadakan kebutuhan perangkat yang mahal.
l. Fleksibel.
Keterbatasan Sistem Pakar
Metodologi Sistem Pakar yang ada tidak selalu mudah, sederhana dan efektif. Berikut adalah keterbatasan yang menghambat perkembangan Sistem Pakar:
a. Pengetahuan yang hendak diambil tidak selalu tersedia.
b. Kepakaran sangat sulit diekstrak dari manusia.
c. Pendekatan oleh setiap pakar untuk suatu situasi atau problem bisa berbeda-beda, meskipun sama-sama benar.
d. Adalah sangat sulit bagi seorang pakar untuk mengabstraksi atau menjelaskan langkah mereka dalam menangani masalah
e. Pengguna Sistem Pakar mempunyai batas kognitif alami, sehingga mungkin tidak bisa memanfaatkan sistem secara maksimal.
f. Sistem Pakar bekerja baik untuk suatu bidang yang sempit.
g. Banyak pakar yang tidak mempunyai jalan untuk mencek apakah kesimpulan mereka benar dan masuk akal.
h. Istilah dan jargon yang dipakai oleh pakar dalam mengekspresikan fakta seringkali terbatas dan tidak mudah dimengerti oleh orang lain.
i. Pengembangan Sistem Pakar seringkali membutuhkan perekayasa pengetahuan (knowledge engineer) yang langka dan mahal.
j. Kurangnya rasa percaya pengguna menghalangi pemakaian Sistem Pakar.
k. Transfer pengetahuan dapat bersifat subyektif dan bias.
Komponen Sistem Pakar
Secara umum, Sistem Pakar biasanya terdiri atas beberapa komponen yang masing-masing berhubungan seperti terlihat pada Gambar 1.
a. Pengetahuan yang hendak diambil tidak selalu tersedia.
b. Kepakaran sangat sulit diekstrak dari manusia.
c. Pendekatan oleh setiap pakar untuk suatu situasi atau problem bisa berbeda-beda, meskipun sama-sama benar.
d. Adalah sangat sulit bagi seorang pakar untuk mengabstraksi atau menjelaskan langkah mereka dalam menangani masalah
e. Pengguna Sistem Pakar mempunyai batas kognitif alami, sehingga mungkin tidak bisa memanfaatkan sistem secara maksimal.
f. Sistem Pakar bekerja baik untuk suatu bidang yang sempit.
g. Banyak pakar yang tidak mempunyai jalan untuk mencek apakah kesimpulan mereka benar dan masuk akal.
h. Istilah dan jargon yang dipakai oleh pakar dalam mengekspresikan fakta seringkali terbatas dan tidak mudah dimengerti oleh orang lain.
i. Pengembangan Sistem Pakar seringkali membutuhkan perekayasa pengetahuan (knowledge engineer) yang langka dan mahal.
j. Kurangnya rasa percaya pengguna menghalangi pemakaian Sistem Pakar.
k. Transfer pengetahuan dapat bersifat subyektif dan bias.
Komponen Sistem Pakar
Secara umum, Sistem Pakar biasanya terdiri atas beberapa komponen yang masing-masing berhubungan seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur skematis sebuah Sistem Pakar (Balza Achmad, 2006)
Basis Pengetahuan, berisi pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami, memformulasi, dan memecahkan masalah. Basis pengetahuan tersusun atas 2 elemen dasar:
1. Fakta, misalnya: situasi, kondisi, dan kenyataan dari permasalahan yang ada, serta teori dalam bidang itu
2. Aturan, yang mengarahkan penggunaan pengetahuan untuk memecahkan masalah yang spesifik dalam bidang yang khusus
Mesin Inferensi (Inference Engine), merupakan otak dari Sistem Pakar. Juga dikenal sebagai penerjemah aturan (rule interpreter). Komponen ini berupa program komputer yang menyediakan suatu metodologi untuk memikirkan (reasoning) dan memformulasi kesimpulan. Kerja mesin inferensi meliputi:
1. Menentukan aturan mana akan dipakai
2. Menyajikan pertanyaan kepada pemakai, ketika diperlukan.
3. Menambahkan jawaban ke dalam memori Sistem Pakar.
4. Menyimpulkan fakta baru dari sebuah aturan
5. Menambahkan fakta tadi ke dalam memori.
Papan Tulis (Blackboard/Workplace), adalah memori/lokasi untuk bekerja dan menyimpan hasil sementara. Biasanya berupa sebuah basis data.
Antarmuka Pemakai (User Interface). Sistem Pakar mengatur komunikasi antara pengguna dan komputer. Komunikasi ini paling baik berupa bahasa alami, biasanya disajikan dalam bentuk tanya-jawab dan kadang ditampilkan dalam bentuk gambar/grafik. Antarmuka yang lebih canggih dilengkapi dengan percakapan (voice communication).
Subsistem Penjelasan (Explanation Facility). Kemampuan untuk menjejak (tracing) bagaimana suatu kesimpulan dapat diambil merupakan hal yang sangat penting untuk transfer pengetahuan dan pemecahan masalah. Komponen subsistem penjelasan harus dapat menyediakannya yang secara interaktif menjawab pertanyaan pengguna, misalnya:
1. “Mengapa pertanyaan tersebut anda tanyakan?”
2. “Seberapa yakin kesimpulan tersebut diambil?”
3. “Mengapa alternatif tersebut ditolak?”
4. “Apa yang akan dilakukan untuk mengambil suatu kesimpulan?”
5. “Fakta apalagi yang diperlukan untuk mengambil kesimpulan akhir?”
Sistem Penghalusan Pengetahuan (Knowledge Refining System). Seorang pakar mempunyai sistem penghalusan pengetahuan, artinya, mereka bisa menganalisa sendiri performa mereka, belajar dari pengalaman, serta meningkatkan pengetahuannya untuk konsultasi berikutnya. Pada Sistem Pakar, swa-evaluasi ini penting sehingga dapat menganalisa alasan keberhasilan atau kegagalan pengambilan kesimpulan, serta memperbaiki basis pengetahuannya.
Pembangunan Sebuah Sistem Pakar
Mengembangkan Sistem Pakar dapat dilakukan dengan 2 cara:
1. Membangun sendiri semua komponen di atas, atau
2. Memakai semua komponen yang sudah ada kecuali isi basis pengetahuan.
Yang kedua disebut sebagai membangun Sistem Pakar dengan shell, yakni semua komponen Sistem Pakar, kecuali basis pengetahuan, bersifat generik; sehingga dapat dipakai untuk bidang yang berlainan. Membangun Sistem Pakar dengan shell dapat dilakukan dengan lebih cepat dan lebih sedikit keterampilan memprogram, namun berkurang fleksibilitasnya karena harus mengikuti kemampuan dari shell tersebut. Salah satu shell Sistem Pakar yang populer dipakai adalah CLIPS (C Language Integrated Production System) yang dapat didownload dari internet.
Referensi :
Disarikan dari : Balza Achmad (2006) “Kecerdasan Buatan” , Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence)
Dalam era glabalisasi, persaingan antar organisasi semakin ketat, sehingga organisasi dituntuk lebih kompetitif. Organisasi yang kompetitif harus dapat mengelola pengetahuan yang ada dalam lingkungannya baik internal maupun eksternal. Pengetahuan itu tidak hanya berupa data dan informasi saja. Diperlukan adanya transfer pengetahuan dari karyawan kedalam sistem untuk kemudian dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dan Teknologi Informasi dapat digunakan untuk membangun sistem tersebut. Teknologi terus berkembang dan memungkinkan informasi diperoleh secara mudah melalui media Internet di mana saja dan kapan saja.
Kecerdasan buatan merupakan bagian dari ilmu komputer yang mempelajari bagaimana membuat mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia bahkan bisa lebih baik daripada yang dilakukan manusia
Menurut Achmad Hidayatno ( 2006) tidak ada kesepakatan mengenai definisi kecerdasan buatan, di antaranya adalah:
a. Sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer mengerjakan sesuatu yang dapat dikerjakan manusia
b. Cabang ilmu komputer yang mempelajari otomatisasi tingkah laku cerdas
c. Suatu perilaku sebuah mesin yang jika dikerjakan oleh manusia akan disebut cerdas
Kebanyakan ahli setuju bahwa kecerdasan buatan berhubungan dengan 2 ide dasar. Pertama, menyangkut studi proses berfikir manusia, dan kedua, berhubungan dengan merepresentasikan proses tersebut melalui mesin (komputer, robot, dll). Kemampuan untuk problem solving adalah salah satu cara untuk mengukur kecerdasan dalam berbagai konteks. Terlihat di sini bahwa mesin cerdas akan diragukan untuk dapat melayani keperluan khusus jika tidak mampu menangani permasalahan remeh/kecil yang biasa dikerjakan orang secara rutin.
Sistem yang menggunakan kecerdasan buatan akan memberikan output berupa solusi dari suatu masalah berdasarkan kumpulan pengetahuan yang ada.
Gambar 1. Sistem yang menggunakan kecerdasan buatan
Pada Gambar 1, input yg diberikan pada sistem yg menggunakan kecerdasan buatan adalah berupa masalah. Sistem harus dilengkapi dengan sekumpulan pengetahuan yang ada pada basis pengetahuan. Sistem harus memiliki motor inferensi agar mampu mengambil kesimpulan berdasarkan fakta atau pengetahuan. Output yang diberikan berupa solusi masalah sebagai hasil dari inferensi.
Secara umum, untuk membangun suatu sistem yang mampu menyelesaikan masalah, perlu dipertimbangkan 4 hal :
1. Mendefinisikan masalah dengan tepat.
Pendefinisian ini mencakup spesifikasi yang tepat mengenai keadaan awal dan solusi yang diharapkan.
2. Menganalisis masalah tersebut serta mencari beberapa teknik penyelesaian masalah yang sesuai.
3. Merepresentasikan pengetahuan yang perlu untuk menyelesaikan masalah tersebut.
4. Memilih teknik penyelesaian masalah yang terbaik
Refensi :
Akhmad Hidayatno (2006), Knowledge Management, Departemen Teknik Industri Universitas Indonesia.
Kecerdasan buatan merupakan bagian dari ilmu komputer yang mempelajari bagaimana membuat mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia bahkan bisa lebih baik daripada yang dilakukan manusia
Menurut Achmad Hidayatno ( 2006) tidak ada kesepakatan mengenai definisi kecerdasan buatan, di antaranya adalah:
a. Sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer mengerjakan sesuatu yang dapat dikerjakan manusia
b. Cabang ilmu komputer yang mempelajari otomatisasi tingkah laku cerdas
c. Suatu perilaku sebuah mesin yang jika dikerjakan oleh manusia akan disebut cerdas
Kebanyakan ahli setuju bahwa kecerdasan buatan berhubungan dengan 2 ide dasar. Pertama, menyangkut studi proses berfikir manusia, dan kedua, berhubungan dengan merepresentasikan proses tersebut melalui mesin (komputer, robot, dll). Kemampuan untuk problem solving adalah salah satu cara untuk mengukur kecerdasan dalam berbagai konteks. Terlihat di sini bahwa mesin cerdas akan diragukan untuk dapat melayani keperluan khusus jika tidak mampu menangani permasalahan remeh/kecil yang biasa dikerjakan orang secara rutin.
Sistem yang menggunakan kecerdasan buatan akan memberikan output berupa solusi dari suatu masalah berdasarkan kumpulan pengetahuan yang ada.
Gambar 1. Sistem yang menggunakan kecerdasan buatan
Pada Gambar 1, input yg diberikan pada sistem yg menggunakan kecerdasan buatan adalah berupa masalah. Sistem harus dilengkapi dengan sekumpulan pengetahuan yang ada pada basis pengetahuan. Sistem harus memiliki motor inferensi agar mampu mengambil kesimpulan berdasarkan fakta atau pengetahuan. Output yang diberikan berupa solusi masalah sebagai hasil dari inferensi.
Secara umum, untuk membangun suatu sistem yang mampu menyelesaikan masalah, perlu dipertimbangkan 4 hal :
1. Mendefinisikan masalah dengan tepat.
Pendefinisian ini mencakup spesifikasi yang tepat mengenai keadaan awal dan solusi yang diharapkan.
2. Menganalisis masalah tersebut serta mencari beberapa teknik penyelesaian masalah yang sesuai.
3. Merepresentasikan pengetahuan yang perlu untuk menyelesaikan masalah tersebut.
4. Memilih teknik penyelesaian masalah yang terbaik
Refensi :
Akhmad Hidayatno (2006), Knowledge Management, Departemen Teknik Industri Universitas Indonesia.
KONSEP KNOWLEDGE MANAGEMENT
Secara umum, knowledge management adalah sebuah proses yang mengkoordinasikan penggunaan informasi, pengetahuan dan pengalaman. Dengan konsep tersebut, berarti ada perbedaan untuk data, informasi dan pengetahuan. Berdasarkan hierarkinya, informasi berasal dari data yang telah diproses sehingga dapat diinterpreasikan14. Pengetahuan adalah hasil dari pengolahan informasi secara lebih lanjut dengan menggunakan metode tertentu. Sedangkan kebijaksanaan (wisdom) lebih kearah pengambilan keputusan dari pengguna pengetahuan.
Menurut Finerty (1997) dalam Akhmad Hidayatno, 2006, knowledge management memiliki ruang ringkup dua lapisan. Lapisan pertama adalah proses (process) meliputi utilization, storing, acquisition, distribution/sharing dan creation. Lapisan kedua meliputi structure, technology, measurement, organizational design, leadership dan culture. Kedua lapisan tersebut terintegrasi membentuk ruang lingkup knowledge management.
Sumber : Akhmad Hidayatno, 2006
Knowledge management menjadi guidance tentang pengelolaan intangible assets yang menjadi pilar perusahaan dalam menciptakan nilai (dari produk/jasa/solusi) yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggannya. Oleh karena itu, pemahaman mengenai nilai buku perusahaan harus disertai dengan pemahaman nilai intangible assets perusahaan.
Jenis penerapan knowledge management ada dua, yaitu:
1. Tacit Knowledge
Pada dasarnya tacit knowledge bersifat personal, dikembangkan melalui pengalaman yang sulit untuk diformulasikan dan dikomunikasikan. Berdasarkan pengertiannya, maka tacit knowledge dikategorikan sebagai personal knowledge atau dengan kata lain pengetahuan yang diperoleh dari individu (perorangan). Penelitian pada sifat dasar pengetahuan seketika mempertemukan perbedaan antara knower dan known, atau seringkali diartikan dalam istilah subject dan object, atau ingredient subjective dan objective dalam pengalaman.
Pengalaman yang diperoleh tiap karyawan tentunya berbeda-beda berdasarkan situasi dan kondisi yang tidak dapat diprediksi. Definisi experience yang diambil dari kamus bahasa Inggris adalah the process of gaining knowledge or skill over a period of time through seeing and doing things rather than through studying. Yang artinya proses memperoleh pengetahuan atau kemampuan selama periode tertentu dengan melihat dan melakukan hal-hal daripada dengan belajar.
2. Explicit knowledge
Explicit knowledge bersifat formal dan sistematis yang mudah untuk dikomunikasikan dan dibagi. Penerapan explicit knowledge ini lebih mudah karena pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk tulisan atau pernyataan yang didokumentasikan,sehingga setiap karyawan dapat mempelajarinya secara independent. Contoh Explicit knowledge adalah job procedure dan Standard Operation Procedure. Job procedure adalah tanggung jawab atau tugas yang bersifat formal atau perintah resmi atau cara melakukan hal-hal.Standard Operation Procedure atau prosedur pelaksanaan dasar dibuat untuk mempertahankan kualitas dan hasil kerja, dimana tugas-tugas akan semakin mudah dikerjakan dan tamu akan terbiasa dengan sistem pelayanan yang ada.
Konsep knowledge management telah digunakan berbagai perusahaan besar didunia. Karena tujuan utamanya adalah transfer pengetahuan, biasanya penerapan knowledge management adalah dalam bentuk web-site. Hal ini sangat wajar, mengingat internet telah mengalami pekembangan signifinak. Internet telah melakukan penetrasi ke berbagai negara berkembang. Dengan demikian, internet adalah salah satu media yang dapat digunakan untuk transfer pengetahuan.
Dengan perkembangan teknologi informasi, konsep knowledge management juga mendapatkan berbagai masukan. Dalam ruang lingkup knowledge management, juga terdapat unsur teknologi. Artinya, penggunaan teknologi sebagai tool untuk mentransfer pengetahuan sangat diperlukan.
Jadi, perpustakaan harus dapat mengikuti perkembangan zaman. Sistem perpustakaan yang masih berkutat dalam tumpukan buku-buku tua dan berdebu akan sangat ketinggalan zaman. Pengguna perpustakaan tidak akan merasa nyaman di perpustakaan. Waktu yang mereka gunakan untuk mendapatkan pengetahuan juga lebih lama.
Refensi :
Akhmad Hidayatno (2006), Knowledge Management, Departemen Teknik Industri Universitas Indonesia.
Menurut Finerty (1997) dalam Akhmad Hidayatno, 2006, knowledge management memiliki ruang ringkup dua lapisan. Lapisan pertama adalah proses (process) meliputi utilization, storing, acquisition, distribution/sharing dan creation. Lapisan kedua meliputi structure, technology, measurement, organizational design, leadership dan culture. Kedua lapisan tersebut terintegrasi membentuk ruang lingkup knowledge management.
Sumber : Akhmad Hidayatno, 2006
Knowledge management menjadi guidance tentang pengelolaan intangible assets yang menjadi pilar perusahaan dalam menciptakan nilai (dari produk/jasa/solusi) yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggannya. Oleh karena itu, pemahaman mengenai nilai buku perusahaan harus disertai dengan pemahaman nilai intangible assets perusahaan.
Jenis penerapan knowledge management ada dua, yaitu:
1. Tacit Knowledge
Pada dasarnya tacit knowledge bersifat personal, dikembangkan melalui pengalaman yang sulit untuk diformulasikan dan dikomunikasikan. Berdasarkan pengertiannya, maka tacit knowledge dikategorikan sebagai personal knowledge atau dengan kata lain pengetahuan yang diperoleh dari individu (perorangan). Penelitian pada sifat dasar pengetahuan seketika mempertemukan perbedaan antara knower dan known, atau seringkali diartikan dalam istilah subject dan object, atau ingredient subjective dan objective dalam pengalaman.
Pengalaman yang diperoleh tiap karyawan tentunya berbeda-beda berdasarkan situasi dan kondisi yang tidak dapat diprediksi. Definisi experience yang diambil dari kamus bahasa Inggris adalah the process of gaining knowledge or skill over a period of time through seeing and doing things rather than through studying. Yang artinya proses memperoleh pengetahuan atau kemampuan selama periode tertentu dengan melihat dan melakukan hal-hal daripada dengan belajar.
2. Explicit knowledge
Explicit knowledge bersifat formal dan sistematis yang mudah untuk dikomunikasikan dan dibagi. Penerapan explicit knowledge ini lebih mudah karena pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk tulisan atau pernyataan yang didokumentasikan,sehingga setiap karyawan dapat mempelajarinya secara independent. Contoh Explicit knowledge adalah job procedure dan Standard Operation Procedure. Job procedure adalah tanggung jawab atau tugas yang bersifat formal atau perintah resmi atau cara melakukan hal-hal.Standard Operation Procedure atau prosedur pelaksanaan dasar dibuat untuk mempertahankan kualitas dan hasil kerja, dimana tugas-tugas akan semakin mudah dikerjakan dan tamu akan terbiasa dengan sistem pelayanan yang ada.
Konsep knowledge management telah digunakan berbagai perusahaan besar didunia. Karena tujuan utamanya adalah transfer pengetahuan, biasanya penerapan knowledge management adalah dalam bentuk web-site. Hal ini sangat wajar, mengingat internet telah mengalami pekembangan signifinak. Internet telah melakukan penetrasi ke berbagai negara berkembang. Dengan demikian, internet adalah salah satu media yang dapat digunakan untuk transfer pengetahuan.
Dengan perkembangan teknologi informasi, konsep knowledge management juga mendapatkan berbagai masukan. Dalam ruang lingkup knowledge management, juga terdapat unsur teknologi. Artinya, penggunaan teknologi sebagai tool untuk mentransfer pengetahuan sangat diperlukan.
Jadi, perpustakaan harus dapat mengikuti perkembangan zaman. Sistem perpustakaan yang masih berkutat dalam tumpukan buku-buku tua dan berdebu akan sangat ketinggalan zaman. Pengguna perpustakaan tidak akan merasa nyaman di perpustakaan. Waktu yang mereka gunakan untuk mendapatkan pengetahuan juga lebih lama.
Refensi :
Akhmad Hidayatno (2006), Knowledge Management, Departemen Teknik Industri Universitas Indonesia.
Jumat, 28 Mei 2010
KNOWLEDGE MANAGEMENT SEBAGAI MEDIA E-LEARNING
Perkembangan teknologi informasi beberapa tahun belakangan ini berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan perkembangan ini telah mengubah paradigm masyarakat dalam mencari dan mendapatkan informasi, yang tidak lagi terbatas pada informasi surat kabar, audio visual dan elektronik, tetapi juga sumber-sumber informasi lainnya yang salah satu diantaranya melalui jaringan Internet. Salah satu bidang yang mendapatkan dampak yang cukup berarti dengan perkembangan teknologi ini adalah bidang pendidikan. Beberapa unsur pendidikan mendapatkan sentuhan media teknologi informasi, sehingga mencetuskan lahirnya ide tentang e-learning (Utomo, 2001). Antonius Aditya Hartanto dan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet.
Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran ‘e-learning’ fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning’ akan ‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri
Filosofis e-learning sebagai berikut (Asep Herman Suyanto, 2005):
- E-learning merupakan penyampian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line.
- E-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan lobalisasi.
- E-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
- Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Karakteristik e-learning, antara lain adalah (Asep Herman Suyanto, 2005):
- Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal halyang protokoler.
- Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks).
- Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
- Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Teknologi Pendukung E-Learning
Dalam prakteknya e-learning memerlukan bantuan teknologi. Karena itu dikenal istilah:
- computer based learning (CBL) yaitu pembelajaran yang sepenuhnya menggunakan komputer;
- computer assisted learning (CAL) yaitu pembelajaran yang menggunakan alat bantu utama komputer.
Teknologi pembelajaran terus berkembang. Namun pada prinsipnya teknologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
- Technology based learning
- Technology based web-learning
Technology based learning ini pada prinsipnya terdiri dari Audio Information Technologies (radio, audio tape, voice mail telephone) dan Video Information Technologies (video tape, video text, video messaging). Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah Data Information Technologies (bulletin board, Internet, e-mail, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video). Teknologi ini juga sering di pakai pada pendidikan jarak jauh (distance education), dimasudkan agar komunikasi antara murid dan guru bisa terjadi dengan keunggulan teknologi e-learning ini.
Di antara banyak fasilitas internet, menurut Onno W. Purbo (1997), “ada lima aplikasi standar internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu email, Mailing List (milis), News group, File Transfer Protocol (FTC), dan World Wide Web (WWW)”.
Secara lebih rinci mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-learning, yaitu:
- E-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam e-learning, sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
- E-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones, pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan pembelajaran tetapi tidak bisa digolongkan sebagai e-learning.
- E-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradikma tradisional dalam pelatihan.
Referensi :
1. Oetomo, B.S.D dan Priyogutomo, Jarot. 2004. Kajian Terhadap Model e-Media dalam Pembangunan Sistem e-Education, Makalah Seminar Nasional Informatika 2004 di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada 21 Februari 2004
2. Antonius Aditya Hartanto dan Onno W. Purbo, E-Learning berbasis PHP dan MySQL, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002
3. Asep Herman Suyanto, 2005, Pengenalan E-Learning, Copyright © 2005 www.asep-hs.web.ugm.ac.id
Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran ‘e-learning’ fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning’ akan ‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri
Filosofis e-learning sebagai berikut (Asep Herman Suyanto, 2005):
- E-learning merupakan penyampian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line.
- E-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan lobalisasi.
- E-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
- Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Karakteristik e-learning, antara lain adalah (Asep Herman Suyanto, 2005):
- Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal halyang protokoler.
- Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks).
- Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
- Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Teknologi Pendukung E-Learning
Dalam prakteknya e-learning memerlukan bantuan teknologi. Karena itu dikenal istilah:
- computer based learning (CBL) yaitu pembelajaran yang sepenuhnya menggunakan komputer;
- computer assisted learning (CAL) yaitu pembelajaran yang menggunakan alat bantu utama komputer.
Teknologi pembelajaran terus berkembang. Namun pada prinsipnya teknologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
- Technology based learning
- Technology based web-learning
Technology based learning ini pada prinsipnya terdiri dari Audio Information Technologies (radio, audio tape, voice mail telephone) dan Video Information Technologies (video tape, video text, video messaging). Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah Data Information Technologies (bulletin board, Internet, e-mail, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video). Teknologi ini juga sering di pakai pada pendidikan jarak jauh (distance education), dimasudkan agar komunikasi antara murid dan guru bisa terjadi dengan keunggulan teknologi e-learning ini.
Di antara banyak fasilitas internet, menurut Onno W. Purbo (1997), “ada lima aplikasi standar internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu email, Mailing List (milis), News group, File Transfer Protocol (FTC), dan World Wide Web (WWW)”.
Secara lebih rinci mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-learning, yaitu:
- E-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam e-learning, sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
- E-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones, pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan pembelajaran tetapi tidak bisa digolongkan sebagai e-learning.
- E-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradikma tradisional dalam pelatihan.
Referensi :
1. Oetomo, B.S.D dan Priyogutomo, Jarot. 2004. Kajian Terhadap Model e-Media dalam Pembangunan Sistem e-Education, Makalah Seminar Nasional Informatika 2004 di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada 21 Februari 2004
2. Antonius Aditya Hartanto dan Onno W. Purbo, E-Learning berbasis PHP dan MySQL, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002
3. Asep Herman Suyanto, 2005, Pengenalan E-Learning, Copyright © 2005 www.asep-hs.web.ugm.ac.id
BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BS-E) : ICT SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN
Proses pembelajaran telah mengalami pergeseran paradigma seperti terlihat pada Tabel 1 dimana guru tidak lagi menjadi pusat pembelajaran (karena dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan), melainkan guru hanya menjadi fasilitator bagi siswa-siswanya yang masing-masing memiliki cara belajar yang berbeda. Guru juga harus dapat memberikan contoh dalam konteks kehidupan yang sebenarnya (tidak hanya artifisial) sehingga dapat ditarik garis hubungan antara teori dan praktek. Di sisi lain siswa dituntut untuk menjadi pemikir yang kritis dibandingkan hanya melakukan penilaian pasif (atau menghafal) terhadap fenomena pengetahuan yang ditemukannya. Dengan demikian, sistem pembelajaran harus mampu menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kedewasaan akademik (academic maturity), yaitu kemampuan untuk belajar secara mandiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar inkonvensional.
Selain perubahan paradigma proses pembelajaran, saat ini perubahan juga terjadi pada institusi pembelajaran seperti terlihat pada Tabel 2. Paradigma baru proses pembelajaran tidak akan dapat diimplementasikan apabila institusi pendidikan formal yang menaunginya terus bertahan pada cara konvensional tanpa mau membuka diri terhadap inovasi-inovasi baru. Semboyan “belajar untuk mendapatkan pekerjaan” harus diganti dengan “belajar untuk meningkatkan kualitas hidup”, yang mengandung arti bahwa proses pembelajaran merupakan aktivitas yang tak berkesudahan (life-long learning). Setiap institusi yang percaya pada hal ini akan membuka jendela inovasi sebesar-besarnya untuk melakukan hal-hal semacam: bekerjasama dengan institusi lain dalam proses pembelajaran, menyusun kurikulum yang bersifat lintas bidang, dan lain sebagainya.
Tabel 2. Perubahan Paradigma Institusi Pembelajaran
Guna mendukung perubahan paradigma tersebut, dibutuhkan dukungan ICT, sebagai sarana pembelajaran, dengan pertimbangan-pertimbangan berikut ini :
1) Kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh sistem pendidikan sehingga sistem pendidikan perlu terus-menerus ditingkatkan mutunya.
2) Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk, jumlah sekolah, jumlah guru, dan jumlah siswa yang banyak. Kelancaran komunikasi, dan penyebaran informasi yang cepat dan akurat dapat dijembatani dengan ICT.
3) ICT dapat menjadi sarana pembelajaran yang mendukung paradigma pembelajaran tanpa batas ruang, tanpa batas waktu, dan tanpa batas usia, menuju masyarakat berbasis pengetahuan.
4) Pemanfaatan ICT dalam pembelajaran di Indonesia dapat meningkatkan efisiensi sumber daya manusia (termasuk guru) dan efisiensi sumber-sumber belajar serta dapat mengurangi kesenjangan dan fragmentasi sosial.
Pemanfaatan ICT dalam pendidikan terkait dengan pergesaran paradigma pendidikan adalah ICT digunakaan sebagai sumber pembelajaran. ICT sebagai sumber pembelajaran suatu inovasi proses pembelajaran dimana proses pembelajaran menjadi lebih bervariasi, tidak terbatasi oleh ruang, tidak terbatasi oleh waktu, dan tidak dibatasi oleh usia. Salah satu bentuk nyata ICT sebagai sumber pembelajaran adalah e-book online atau Buku Sekolah Elektronik (BS-E).
Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan tersebar tersebar lebih dari 6.000 pulau. Letak geografis tersebut menghambat dan membatasi akses terhadap buku pelajaran. Disamping itu buku pelajaran semakin mahal dan semakin sulit dijangkau. Mengingat buku pelajaran mempunyi peran penting dan strategis dalam peningkatan mutu pendidikan, maka diperlukan tindakan nyata guna mengatasi permasalahan tersebut yakni e-book online atau Buku Sekolah Elektronik (BS-E). Selain mengatasi permasalahan tersebut BS-E dapat mengurangi pelanggaran hak cipta karena Pemerintah telah membeli hak cipta tersebut.
Referensi :
Grand Design Pengembangan ICT untuk Pembelajaran di Sekolah, 2008, Pusat Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom), Departemen Pendidikan Nasional
Selain perubahan paradigma proses pembelajaran, saat ini perubahan juga terjadi pada institusi pembelajaran seperti terlihat pada Tabel 2. Paradigma baru proses pembelajaran tidak akan dapat diimplementasikan apabila institusi pendidikan formal yang menaunginya terus bertahan pada cara konvensional tanpa mau membuka diri terhadap inovasi-inovasi baru. Semboyan “belajar untuk mendapatkan pekerjaan” harus diganti dengan “belajar untuk meningkatkan kualitas hidup”, yang mengandung arti bahwa proses pembelajaran merupakan aktivitas yang tak berkesudahan (life-long learning). Setiap institusi yang percaya pada hal ini akan membuka jendela inovasi sebesar-besarnya untuk melakukan hal-hal semacam: bekerjasama dengan institusi lain dalam proses pembelajaran, menyusun kurikulum yang bersifat lintas bidang, dan lain sebagainya.
Tabel 2. Perubahan Paradigma Institusi Pembelajaran
Guna mendukung perubahan paradigma tersebut, dibutuhkan dukungan ICT, sebagai sarana pembelajaran, dengan pertimbangan-pertimbangan berikut ini :
1) Kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh sistem pendidikan sehingga sistem pendidikan perlu terus-menerus ditingkatkan mutunya.
2) Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah penduduk, jumlah sekolah, jumlah guru, dan jumlah siswa yang banyak. Kelancaran komunikasi, dan penyebaran informasi yang cepat dan akurat dapat dijembatani dengan ICT.
3) ICT dapat menjadi sarana pembelajaran yang mendukung paradigma pembelajaran tanpa batas ruang, tanpa batas waktu, dan tanpa batas usia, menuju masyarakat berbasis pengetahuan.
4) Pemanfaatan ICT dalam pembelajaran di Indonesia dapat meningkatkan efisiensi sumber daya manusia (termasuk guru) dan efisiensi sumber-sumber belajar serta dapat mengurangi kesenjangan dan fragmentasi sosial.
Pemanfaatan ICT dalam pendidikan terkait dengan pergesaran paradigma pendidikan adalah ICT digunakaan sebagai sumber pembelajaran. ICT sebagai sumber pembelajaran suatu inovasi proses pembelajaran dimana proses pembelajaran menjadi lebih bervariasi, tidak terbatasi oleh ruang, tidak terbatasi oleh waktu, dan tidak dibatasi oleh usia. Salah satu bentuk nyata ICT sebagai sumber pembelajaran adalah e-book online atau Buku Sekolah Elektronik (BS-E).
Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan tersebar tersebar lebih dari 6.000 pulau. Letak geografis tersebut menghambat dan membatasi akses terhadap buku pelajaran. Disamping itu buku pelajaran semakin mahal dan semakin sulit dijangkau. Mengingat buku pelajaran mempunyi peran penting dan strategis dalam peningkatan mutu pendidikan, maka diperlukan tindakan nyata guna mengatasi permasalahan tersebut yakni e-book online atau Buku Sekolah Elektronik (BS-E). Selain mengatasi permasalahan tersebut BS-E dapat mengurangi pelanggaran hak cipta karena Pemerintah telah membeli hak cipta tersebut.
Referensi :
Grand Design Pengembangan ICT untuk Pembelajaran di Sekolah, 2008, Pusat Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom), Departemen Pendidikan Nasional
PENGARUH KNOWLEDGE MANAGEMENT TERHADAP KINERJA ORGANISASI
Bentuk knowledge management pada suatu organisasi dapat berupa tracit maupun explicit knowledge dan dapat yang bersifat individual maupun oragnisasi. Pada umumnya konten knowledge management berupa aspek teknis operasional, aspek pendukung operasional seperti organization motivation, organization environment, organization capacity, aspek teknis produksi, proses internal bisnis dll. Knowledge management melalui kecerdasan buatan dan/atau teknologi informasi mampu menciptakan dan meningkatkan budaya organisasi dan performace personal/organisasi. Mekanisme tersebut mengikuti formulasi SECI/knowledge spiral yang dikembangkan oleh Ikujiro Nonaka (1998). Tracit knowledge yang dimiliki oleh yang tenaga kerja/karyawan/anggota organisasi diubah menjadi explisit knowledge melalui proses ekstenalisasi. Proses know-how dan pengalaman yang personal/organisasi dapatkan dalam bentuk tulisan artikel atau bahkan buku. Kepada personel yang mendokumentasikan knowledge tersebut sebaiknya diberikan apresiasi berupa reward. Dokumentasi tersebut akan sangat bermanfaat bagi orang lain yang sedang memerlukannya. Peningkatkan budaya organisasi dan performace personal juga dapat dilakukan melalui proses kombinasi yakni memanfaatkan explicit knowledge yang ada untuk implementasikan menjadi explicit knowledge lain. Proses ini sangat berguna untuk meningkatkan skill dan produktifitas personal/organisasi. Explicit knowledge yang ada dapat di hubungkan dan dikombinasikan menjadi explicit knowledge baru yang lebih bermanfaat. Proses selanjutnya adalah proses internalisasi mengubah explicit knowledge sebagai inspirasi datangnya tacit knowledge. Bahasa lainnya adalah learning by doing. Dengan referensi dari manual dan buku yang ada, saya mulai bekerja, dan saya menemukan pengalaman baru, pemahaman baru dan know-how baru yang mungkin tidak didapatkan dari buku tersebut. Sedangkan proses berikutnya adalah proses sosialisasi (socialization), yakni mengubah tacit knowledge ke tacit knowledge lain. Hal yang juga terkadang sering dilupakan. Contoh kongkrit adalah belajar dari orang lain, yang mungkin lebih berpengalaman. Proses ini membuat pengetahuan lebih terasah dan juga penting untuk peningkatan diri sendiri. Proses ini akan berputar pada proses pertama yaitu eksternalisasi. Semakin sukses menjalani proses perolehan tacit knowledge baru, semakin banyak explicit knowledge yang berhasil diproduksi pada proses eksternalisasi.
Budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja organisasi yang ditunjukkan dengan 4 indikator kinerja yakni efesiensi, efektivtas, relevansi dan viabilitas keuangan. Hasil kajian Soedjono (2005) menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan dari budaya organisasi terhadap kinerja organisasi, ada pengaruh signifikan dari kinerja organisasi terhadap karyawan, ada pengaruh signifikan dari budaya organisasi terhadap kepuasan pelanggan, tidak ada pengaruh langsung dari budaya organisasai yang diarahkan pada kinerja organisasi terhadap kepuasan karyawan.
Menurut Moelyono Djokosantoso (2003), terdapat keterkaitan hubungan antara budaya korporat dengan kinerja organisasi yang dapat dijelaskan dalam model diagnosis budaya organisasi Tiernay bahwa semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi makin baik kinerja organisasi tersebut. Karyawan yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individual. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan teknologi, strategi perusahaan dan logistik, masingmasing kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik pula. Dampak budaya organisasi terhadap kinerja dapat dilihat pada beberapa contoh perusahaan yang memiliki kinerja yang tinggi, seperti Singapore Airlines yang menekankan pada perubahan-perubahan yang berkesinambungan, inovatif dan menjadi yang terbaik. Baxter International, salah satu perusahaan terbesar di dunia, memiliki budaya respect, responsiveness dan result, dan nilai -nilai yang tampak disini adalah bagaimana mereka berperilaku ke arah orang lain, kepada customer, pemegang saham, supplier dan masyarakat (Pastin, 1986; 272). Hasil penelitian Chatman dan Bersade (1997) dan Udan Bintoro (2002) menyatakan bahwa budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan kinerja organisasi. Secara skematis peningkatan kinerja organisasi yang disebabkan oleh knowledge management ditunjukan pada Gambar 1.
Budaya organisasi sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja organisasi yang ditunjukkan dengan 4 indikator kinerja yakni efesiensi, efektivtas, relevansi dan viabilitas keuangan. Hasil kajian Soedjono (2005) menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan dari budaya organisasi terhadap kinerja organisasi, ada pengaruh signifikan dari kinerja organisasi terhadap karyawan, ada pengaruh signifikan dari budaya organisasi terhadap kepuasan pelanggan, tidak ada pengaruh langsung dari budaya organisasai yang diarahkan pada kinerja organisasi terhadap kepuasan karyawan.
Menurut Moelyono Djokosantoso (2003), terdapat keterkaitan hubungan antara budaya korporat dengan kinerja organisasi yang dapat dijelaskan dalam model diagnosis budaya organisasi Tiernay bahwa semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi makin baik kinerja organisasi tersebut. Karyawan yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individual. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan teknologi, strategi perusahaan dan logistik, masingmasing kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik pula. Dampak budaya organisasi terhadap kinerja dapat dilihat pada beberapa contoh perusahaan yang memiliki kinerja yang tinggi, seperti Singapore Airlines yang menekankan pada perubahan-perubahan yang berkesinambungan, inovatif dan menjadi yang terbaik. Baxter International, salah satu perusahaan terbesar di dunia, memiliki budaya respect, responsiveness dan result, dan nilai -nilai yang tampak disini adalah bagaimana mereka berperilaku ke arah orang lain, kepada customer, pemegang saham, supplier dan masyarakat (Pastin, 1986; 272). Hasil penelitian Chatman dan Bersade (1997) dan Udan Bintoro (2002) menyatakan bahwa budaya organisasi yang kuat dapat meningkatkan kinerja organisasi. Secara skematis peningkatan kinerja organisasi yang disebabkan oleh knowledge management ditunjukan pada Gambar 1.
Peningkatan kinerja organisasi dapat diukur dengan balanced scorecard. Dalam balance scorecard, dari tiap perspektif diberikan indeks dari target yang akan dicapai dari penerapan sistem ini. Pemaparan dari empat perspektif yang akan diukur menggunakan balance scorecard adalah sebagai berikut :
1. Financial; Mengukur return yang dihasilkan dengan memberikan Target ROI bisa dicapai dengan menerapkan sistem knowledge management.
2. Pelanggan; Mengukur tingkat Kepuasan Pelanggan dari kualitas Pelayanan, Waktu Pelayanan, dan sebagainya.
3. Internal Bisnis; Mengukur efisiensi yang dapat dicapai dengan memebrikan Target tertentu. Sehingga bisa dinilai apakah sistem knowledge management tersebut berdampak signifikan terhadap Internal Bisnis atau tidak.
4. Inovasi dan Pembelajaran; Dengan adanya sistem knowledge management, dapat diukur seberapa banyak Inovasi yang bisa dihasilkan dan seberapa berkembang kemampuan dan pembelajaran yang diberikan terhadap Karyawan.
Referensi :
1. Ikujiro Nonaka & Naboru Konno, 1998, The Concept of “BA”: Building A Foundation For Knowledge Creator, Source : California Management 40 (3), 1998, 40-54.
2. Moeljono Djokosantoso, 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi, Elex Media Komputindo, Jakarta
3. Pastin, 1986. The Hard Problem Of Management. Jossey Bass Inc., California, USA
4. Soedjono (2005), Pengaruh Budaya Oraganisasi terhadap kinerja organisasi dan kepuasan kerja karyawan pada terminal penumpang umum di Surabaya, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol 7, No 1 (2005)
5. Udan Bintoro, 2002. Pengaruh Praktek Manajemen Sumber Daya Manusia Terhadap Budaya Organisasi dan Kinerja Perusahaan. Disertasi Universitas Airlangga, Surabaya
FORMULA KNOWLEDGE SPIRAL (SECI)
Legenda knowledge management tentu tidak bisa kita lepaskan dari Ikujiro Nonaka dengan bukunya The Knowledge-Creating Company. Nonaka menceritakan bagaimana success story Matsushita Electric pada tahun 1985 ketika mengembangkan mesin pembuat roti.
Konon pada era tahun 1985, Matsushita Electric menemui kesulitan besar dalam produksi mesin pembuat roti. Mereka selalu gagal dalam percobaan yang dilakukan. Kulit luar roti yang sudah gosong padahal dalamnya masih mentah, pengaturan volume dan suhu yang tidak terformulasi, adalah pemandangan sehari-hari dari percobaan yang dilakukan. Adalah seorang pengembang software matsushita electric bernama Ikuko Tanaka yang akhirnya mempunyai ide cemerlang untuk pergi magang langsung ke pembuat roti ternama di Osaka International Hotel. Dia dibimbing langsung oleh sang pembuat roti ternama tersebut untuk belajar bagaimana mengembangkan adonan dan teknik khusus lainnya.Selesai magang dia presentasikan seluruh pengalaman yang didapat. Pada engineer Matsushita Electric menerjemahkannya dengan penambahan part khusus dan melakukan perbaikan lain pada mesin. Percobaan yang dilakukan akhirnya sukses. Dan produk mesin pembuat roti tersebut akhirnya memecahkan rekor penjualan alat perlengkapan dapur terbesar pada tahun pertama pemasaran.
Ikujiro Nonaka (1998) membuat formulasi yang terkenal dengan sebutan SECI atau Knowledge Spiral. Konsepnya bahwa dalam siklus perjalanan kehidupan kita, pengetahuan itu mengalami proses yang kalau digambarkan berbentuk spiral, proses itu disebut dengan Socialization – Externalization – Combination – Internalization (SECI).
Gambar 1. SECI atau Knowledge Spiral (Sumber: Ikujiro Nonaka & Noboru Konno, 1998)
1. Proses eksternalisasi (externalization), yaitu mengubah tacit knowledge yang kita miliki menjadi explicit knowledge. Bisa dengan menuliskan know-how dan pengalaman yang kita dapatkan dalam bentuk tulisan artikel atau bahkan buku apabila perlu. Tulisan-tulisan tersebut akan sangat bermanfaat bagi orang lain yang sedang memerlukannya.
2. Proses kombinasi (combination), yaitu memanfaatkan explicit knowledge yang ada untuk diimplementasikan menjadi explicit knowledge lain. Proses ini sangat berguna untuk meningkatkan skill dan produktifitas individu. Explicit knowledge yang ada dapat di hubungkan dan dikombinasikan menjadi explicit knowledge baru yang lebih bermanfaat.
3. Proses internalisasi (internalization), yakni mengubah explicit knowledge sebagai inspirasi datangnya tacit knowledge. Bahasa lainnya adalah learning by doing. Dengan referensi dari manual dan buku yang ada, saya mulai bekerja, dan saya menemukan pengalaman baru, pemahaman baru dan know-how baru yang mungkin tidak didapatkan dari buku tersebut.
4. Proses sosialisasi (socialization), yakni mengubah tacit knowledge ke tacit knowledge lain. Hal yang juga terkadang sering dilupakan. Contoh kongkrit adalah belajar dari orang lain, yang mungkin lebih berpengalaman. Proses ini membuat pengetahuan lebih terasah dan juga penting untuk peningkatan diri sendiri. Proses ini akan berputar pada proses pertama yaitu eksternalisasi. Semakin sukses menjalani proses perolehan tacit knowledge baru, semakin banyak explicit knowledge yang berhasil diproduksi pada proses eksternalisasi.”
Referensi :
1. Romi Satri Wahana (2010), Knowledge Management dan kiat praktisnya, http://romisatriawahono.net/2008/05/06/knowledge-management-dan-kiat-praktisnya/ tanggal 20 Mei 2010
2. Ikujiro Nonaka & Naboru Konno, 1998, The Concept of “BA”: Building A Foundation For Knowledge Creator, Source : California Management 40 (3), 1998
PENGUKURAN PENGARUH KNOWLEDGE MANAGEMENT TERHADAP KINERJA ORGANISASI DENGAN BALANCE SCORCARD
Knowledge management adalah pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja yang prima (Tiwana, A, 2000). Knowledge management dipandang penting, karena implementasinya memberi manfaat pada bidang operasi dan pelayanan, dapat meningkatkan kompetensi personal, memelihara ketersediaan knowledge dan inovasi serta pengembangan produk.
Knowledge management dapat meningkatan keahlian dan motivasi kerja sehingga menciptakan budaya organisasi yang mendorong peningkatan kinerja organisasi. Konsep kinerja (Performance) dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau degree of accomplishtment. Kinerja suatu organisasi dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada visi dan misi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu, diperlukan beberapa informasi tentang kinerja organisasi. Informasi tersebut dapat digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses kerja yang dilakukan organisasi selama ini, sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Salah satu tool yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi adalah Balance Scorecard
Balanced Scorecard pertama kali dipublikasikan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1992 dalam sebuah artikel yang berjudul ”Balanced Scorecard – Measures That Drive Performance”. Balanced Scorecard pada awal diperkenalkan adalah merupakan suatu sistem manajemen penilaian dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis. Kaplan dan Norton telah memperkenalkan Balanced Scorecard pada tingkat organisasi enterprise. Prinsip dasar dari Balanced Scorecard ini adalah titik pandang penilaian sebuah organisasi/perusahaan hendaknya tidak hanya dilihat dari segi finansial (financial perspective ) saja tetapi juga ditambahkan ukuran-ukuran dari perspsektif lainnya seperti tingkat kepuasaan customer (customer perspective), proses internal (internal business process perspective) dan kemampuan melakukan inovasi (learning and growth perspective). Empat perspective di dalam Balanced Scorecard menyatakan adanya saling keterkaitan untuk dapat menggambarkan strategi yang dimiliki perusahaan/organisasi.
Knowledge management dapat meningkatan keahlian dan motivasi kerja sehingga menciptakan budaya organisasi yang mendorong peningkatan kinerja organisasi. Konsep kinerja (Performance) dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau degree of accomplishtment. Kinerja suatu organisasi dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada visi dan misi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu, diperlukan beberapa informasi tentang kinerja organisasi. Informasi tersebut dapat digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses kerja yang dilakukan organisasi selama ini, sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Salah satu tool yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi adalah Balance Scorecard
Balanced Scorecard pertama kali dipublikasikan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1992 dalam sebuah artikel yang berjudul ”Balanced Scorecard – Measures That Drive Performance”. Balanced Scorecard pada awal diperkenalkan adalah merupakan suatu sistem manajemen penilaian dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis. Kaplan dan Norton telah memperkenalkan Balanced Scorecard pada tingkat organisasi enterprise. Prinsip dasar dari Balanced Scorecard ini adalah titik pandang penilaian sebuah organisasi/perusahaan hendaknya tidak hanya dilihat dari segi finansial (financial perspective ) saja tetapi juga ditambahkan ukuran-ukuran dari perspsektif lainnya seperti tingkat kepuasaan customer (customer perspective), proses internal (internal business process perspective) dan kemampuan melakukan inovasi (learning and growth perspective). Empat perspective di dalam Balanced Scorecard menyatakan adanya saling keterkaitan untuk dapat menggambarkan strategi yang dimiliki perusahaan/organisasi.
Gambar 1. Kerangka Kerja Balanced Scorecard (Robert S, Kaplan dan David P Norton (1996)
Pada Gambar 1. tersebut menjelaskan bagaimana visi dan strategi organisasi menciptakan 4 perspektif pengukuran balanced scorecard dan keterkaiatan antar perspektif.
Menurut Singgih, M dkk (2001), metode pengukuran balanced scorecard memiliki kelebihan sebagai berikut ini:
• Ada keseimbangan antara lag indicator dan lead indicator.
Balanced scorecard menggunakan tolok ukur kinerja “masa lalu” (lag indicator atau ukuran hasil), selain juga menggunakan tolok ukur kinerja “masa depan” (lead indicator atauukuran pemicu hasil). Ukuran hasil digunakan untuk mengukur pencapaian tujuan, sedangkan ukuran pemicu adalah ukuran yang menunjukan penyebab dicapainya ukuran hasil.
• Ada keseimbangan antara tujuan jangka panjang dan jangka pendek.
Pengukuran kinerja yang hanya memperhatikan kinerja keuangan hanya dapat mencapai tujuan jangka pendek perusahaan. Dalam metode balanced scorecard ada keseimbangan antara tujuan jangka pendek (financial perpective) dan tujuan jangka panjang (customer perspective, internal business perspective dan learning and growth perspective).
• Ada keseimbangan antara hard objectives measures and softer more subjective measures. Pengukuran kinerja dengan menggunakan metode balanced scorecard, menunjukkan adanya keseimbangan antara hard objective measures, artinya dengan menggunakan ukuran hasil yang obyektif (ukuran-ukuran yang mudah didapatkan), yaitu ukuran hasil pada financial perspective dengan ukuran hasil yang lebih subyektif (ukuran-ukuran yang sulit didapatkan), yaitu ukuran hasil pada customer, IBP, dan learning and growth perspective.
Dalam metode pengukuran kinerja balanced scorecard, ada 3 prinsip yang memungkinkan strategi dapat diterjemahkan kedalam berbagai tujuan dalam setiap perspective, dalam perencanaan strategis, yaitu sebagai berikut ini:
• Hubungan sebab dan akibat.
Rantai sebab dan akibat harus mencakup keempat faktor balanced scorecard diatas, jadi setiap pengukuran yang dipilih dalam balanced scorecard harus menjadi elemen dari rantai hubungan sebab dan akibat yang mengkomunikasikan arti dari strategi pada sebuah perusahaan.
• Ukuran hasil dan ukuran pemicu kinerja.
Tolok ukur inilah yang berfungsi sebagai alat untuk mengetahui perubahan kinerja perusahaan (lebih baik, lebih buruk, atau tetap).
• Keterkaitan dengan masalah financial.
Hubungan sebab akibat semua ukuran dalam sebuah Balanced Scorecard harus terkait dengan setiap tujuan financial perusahaan.
Balanced scorecard sebagai system pengukuran kinerja perusahaan mempunyai beberapa kelemahan sebagai berikut:
• Hubungan yang kurang baik antara hasil yang terjadi dengan pengukuran non keuangan yang telah ditetapkan
• Laporan yang tidak fleksibel atas hasil laporan keuangan
• Tidak adanya mekanisme untuk usaha peningktakan kemajuan
• Pengukuran yang tidak diperbarui
• Beban pengukuran yang berlebihan
• Kesulitan dalam menentukan pertukaran pekerjaan (trade-off)
Untuk melakukan analisis -balance scorecard dilakukan beberapa tahap meliputi :
1. Menjabarkan visi, misi dan tujuan suatu organisasi
2. Menganalisis lingkungan eksternal dan internal
3. Menetapkan tema-tema strategis
4. Menerapkan tema-tema strategis ke dalam 4 perspektif balanced scorecard
Referensi :
1. Kaplan, S. R., and P. D. Norton, 1996. Translating Strategy Into Action The Balanced Scorecard. Boston: Harvard Business Scholl Press Boston
2. Singgih, Moses dkk (2001), “Pengukuran dan Analisa Kinerja dengan Balance Scorecard di PT “X”, jurnal teknik industri vol 3, no 2 Desember 2001: 48 – 56
3. Tiwana, Amrit (2000) "The Knowledge Management Toolkit: Orchestrating IT, Strategy, and Knowledge Platforms (2nd Edition)”, Amazon.com
KNOWLEDGE MANAGEMENT PADA UNIT RESEARCH & DEVELOPMENT
Research and Development (R&D) merupakan suatu unit dalam suatu perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan riset (mencari inovasi-inovasi baru) dalam rangka mengembangkan perusahaan. Kegiatan riset yang dilaksanakan dapat menyangkut semua aspek yang ada dalam perusahaan, yakni keuangan, pemasaran, kinerja karyawan, dan lain-lain. Semua riset tersebut dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perusahaan. Pelaksana riset adalah karyawan (manager atau staf) yang ada di unit R&D, yang idealnya memahami segala hal yang terkait dengan pelaksanaan riset. Karyawan di unit R&D sebaiknya memiliki basis keilmuan tentang riset, atau pernah mempelajari teknik melakukan riset, atau paling minimal mau menerapkan metodologi penelitian yang memenuhi kriteria /standar.
Salah satu tugas dan tanggungjawab unit R&D adalah inovasi. Proses inovasi banyak bergantung pada pengetahuan, terutama karena knowledge merepresentasikan suatu bidang jauh lebih dalam dari pada data, informasi dan logika konvensional; oleh karenanya, kekuatan knowledge terletak pada subjektivitasnya, yang mendasari value dan asumsi yang menjadi pondasi bagi proses pembelajaran (Nonaka dan Takeuchi, 1995). Dari pemahaman ini, dapat dikatakan bahwa knowledge management serta sumber daya manusia merupakan elemen penting dalam menjalankan setiap bisnis. Sumber daya manusia dapat dilihat sebagai pendongkrak (lever) stratejik dalam penciptaan competitive advantage melalui value dari knowledge, ketrampilan dan pelatihan. Di pihak lain, competitive advantage juga membutuhkan infrastruktur TI yang kuat di dalam organisasi. Guna memahami inovasi dengan lebih baik, manajemen harus memastikan bahwa inovasi menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya perusahaan (Cottrill, 1998). Model knowledge management yang didasarkan pada TI dan HRM merupakan instrumen yang dapat dipercaya dan valid bagi pengukuran dan memperkirakan hubungan antara praktek knowledge management dengan kinerja inovasi
Studi Gloet dan Terziovski (2004) menganjurkan para manajer di perusahaan manufaktur perlu memberi perhatian lebih banyak pada manajemen sumber daya manusia (HRM) ketika membangun strategi inovasi bagi inovasi produk dan proses. knowledge management mendukung kinerja inovasi jika pendekatan simultan dari soft HRM practices dan hard IT practices diimplementasikan bersama-sama secara sinergi.
Dengan mengelola knowledge management pada unit R&D, maka pegawai pada unit R&D akan semakin kreatif dan inovatif sehinggga kemampuannya dalam menghasilkan produk atau melakukan pelayanan meningkat. Kemampuan berupa daya kreativitas dan inovatif ini yang merupakan kompetensi inti. Jadi apabila knowledge management dapat diterapkan dengan baik, maka kompetensi inti perusahaan pasti akan meningkat
Referensi :
1. Nonaka, I., & Takeuchi, H. (1995). The Knowledge-Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation. New York: Oxford University
2. Gloet, Marianne | Tersziovski, Mile, Exploring the relationship between knowledge management practices and inovation performance, Journal of ManufacturingTechnology Management, Volume 15, Number 5, 2004
Salah satu tugas dan tanggungjawab unit R&D adalah inovasi. Proses inovasi banyak bergantung pada pengetahuan, terutama karena knowledge merepresentasikan suatu bidang jauh lebih dalam dari pada data, informasi dan logika konvensional; oleh karenanya, kekuatan knowledge terletak pada subjektivitasnya, yang mendasari value dan asumsi yang menjadi pondasi bagi proses pembelajaran (Nonaka dan Takeuchi, 1995). Dari pemahaman ini, dapat dikatakan bahwa knowledge management serta sumber daya manusia merupakan elemen penting dalam menjalankan setiap bisnis. Sumber daya manusia dapat dilihat sebagai pendongkrak (lever) stratejik dalam penciptaan competitive advantage melalui value dari knowledge, ketrampilan dan pelatihan. Di pihak lain, competitive advantage juga membutuhkan infrastruktur TI yang kuat di dalam organisasi. Guna memahami inovasi dengan lebih baik, manajemen harus memastikan bahwa inovasi menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya perusahaan (Cottrill, 1998). Model knowledge management yang didasarkan pada TI dan HRM merupakan instrumen yang dapat dipercaya dan valid bagi pengukuran dan memperkirakan hubungan antara praktek knowledge management dengan kinerja inovasi
Studi Gloet dan Terziovski (2004) menganjurkan para manajer di perusahaan manufaktur perlu memberi perhatian lebih banyak pada manajemen sumber daya manusia (HRM) ketika membangun strategi inovasi bagi inovasi produk dan proses. knowledge management mendukung kinerja inovasi jika pendekatan simultan dari soft HRM practices dan hard IT practices diimplementasikan bersama-sama secara sinergi.
Dengan mengelola knowledge management pada unit R&D, maka pegawai pada unit R&D akan semakin kreatif dan inovatif sehinggga kemampuannya dalam menghasilkan produk atau melakukan pelayanan meningkat. Kemampuan berupa daya kreativitas dan inovatif ini yang merupakan kompetensi inti. Jadi apabila knowledge management dapat diterapkan dengan baik, maka kompetensi inti perusahaan pasti akan meningkat
Referensi :
1. Nonaka, I., & Takeuchi, H. (1995). The Knowledge-Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation. New York: Oxford University
2. Gloet, Marianne | Tersziovski, Mile, Exploring the relationship between knowledge management practices and inovation performance, Journal of ManufacturingTechnology Management, Volume 15, Number 5, 2004
Langganan:
Postingan (Atom)